Saturday, August 23, 2014

Cheating Day Adalah Hari Libur Untuk DIET


Foto : Shutterstock

KOMPAS.com - Bagi sebagian orang,cheating day atau hari pembebasan adalah hal yang penting dalam menjalani diet. Alasannya,cheating day dapat memberikan "kesegaran" saat jenuh berdiet sehingga mampu menjaga motivasi.

Sebenarnya tidak ada kata "sulit" atau "berat" dalam menjalankan diet. Bila diet sudah menjadi gaya hidup, maka tidak lagi diperlukan satu hari khusus untuk libur dari diet atau disebut juga dengan "cheating day"
"Saat berdiet, buat apa membohongi diri sendiri dengan cheating day?" ujar dr.Grace Judio-Kahl saat diwawancarai seusai konferensi pers dalam rangka ulang tahun Klinik lightHOUSE di Jakarta, pada Rabu (20/8/2014).

Sejatinya pengertian diet sendiri bukanlah program penurunan berat badan, tetapi pengaturan pola makan yang tepat sehingga tujuan jangka panjang dapat tercapai, yakni hidup lebih sehat. Prinsip penurunan berat badan justru bisa menjadi hambatan karena program dijalankan dengan berat.
Menurut Grace, ketika diet tidak dilakukan dengan cara menyiksa, orang akan menjalaninya dengan fun sehingga tidak membutuhkan cheating day. Menurutnya, kunci kesuksesan program diet adalah mengubah mindset seseorang untuk makan lebih sehat.
Dalam prinsip diet tersebut, orang tetap boleh menikmati hidup dengan makan makanan yang mendapat stigma tidak sehat. Dengan catatan, jumlahnya harus sangat dibatasi.
"Makan nasi goreng kambing dengan emping? Boleh saja asal jumlahnya dibatasi dan tidak melebihi jumlah kebutuhan kalori dalam satu hari," paparnya.
Faktor yang paling mempengaruhi lonjakan berat badan adalah asupan makanan yang melebihi kebutuhan tanpa diimbangi aktivitas yang cukup, atau yang dikenal dengan istilahsedentary lifestyle (gaya hidup kurang bergerak). Padahal aktivitas yang cukup diperlukan untuk membakar kelebihan energi yang ada. Jika tidak, maka kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak.
Selain itu, faktor lainnya yang berpengaruh adalah impulsifitas atau ketidakmampuan mengontrol diri saat dihadapi dengan makanan.

Penulis : Unoviana Kartika 
Editor :
Lusia Kus Anna

Wednesday, August 20, 2014

Risiko Konsumsi Gula bagi Anak-anak


Foto : Shutterstock

KOMPAS.com - Anak-anak umumnya gemar makan makanan manis, bahkan makanan seperti permen, es krim, susu manis identik dikenal sebagai makanan anak-anak. Faktanya, sekitar 16 persen total kalori yang dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja dalam sehari berasal dari gula tambahan.
Padahal, seperti yang diketahui, konsumsi gula berlebihan dapat menyebabkan keropos gigi, hiperaktif, dan peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2. Selain itu, para ahli juga mengungkapkan bahaya gula bagi kesehatan, berikut ini.
1. Pilek, batuk, dan alergi
Salah satu dampak gula pada anak-anak adalah gejala seperti pilek. Julie L Wei, dokter anak di Nemours Children's Hospital di Orlando mengatakan, banyak pasien yang mengeluh hidung merah, lendir berlebihan, batuk, dan gejala lain dari infeksi sinus. Beberapa di antaranya bahkan juga didiagnosis memiliki alergi, tanpa tes lanjutan.
2. Refluks
Sebagian anak akan merasakan inflamasi pada saluran pernapasannya. Mereka sebetulnya terlihat sehat, namun saat malam mereka batuk-batuk dan kesulitan bernapas. Setelah diobservasi, anak-anak ini ternyata minum susu cokelat manis sepanjang hari.
Kombinasi antara susu dan gula cukup sulit untuk dicerna sehingga menimbulkan asam yang tinggi. Karena itu, makanan seringkali kembali ke tenggorokan lagi dan merusak jaringan di sana.
3. Imunitas melemah
Mikroba di dalam tubuh terdiri dari triliunan bakteri baik yang berfungsi mencerna makanan, memproduksi vitamin, dan melindungi dari serangan bakteri dan penyakit. Namun karena mengonsumsi terlalu banyak gula, keseimbangan jumlah bakteri "baik" dan "jahat" menjadi terganggu. Sehingga anak yang lebih gemar makanan manis cenderung lebih mudah merasakan gejala pilek.
4. Diet tidak seimbang
Anak-anak yang menyukai buah, sayuran, dan makanan sehat lainnya umumnya cenderung tak menjadi pemilih makanan. Sementara anak yang banyak mengonsumsi gula cenderung untuk lebih mudah sakit perut dan memiliki pola makan yang lebih buruk daripada yang tidak.
Penulis : Unoviana Kartika
Sumber :
Editor :
Lusia Kus Anna